Sudahkah Kamu Memilih Jalur Pendidikan Sesuai Kebutuhanmu ?

Oleh : Nurvani Septiani, S.Pd

(Penulis adalah praktisi Pendidikan yang sudah bergerak selama 17 tahun di dunia Pendidikan non formal khususnya Homeschooling, aktif sebagai Asesor BAN PAUD DIKMAS dan Asesor Assessment Center Kota Bandung divisi Asesor Inklusif, CEO HSE)

 

Untuk Peserta Didik

Dewasa ini mungkin banyak peserta didik yang mengalami hal serupa seperti Tini. Coba kamu bayangkan, sejak usia 3 tahun sudah didaftarkan ke playgroup, dibiasakan untuk menjalankan jadwal belajar yang berulang hingga TK. Masuk ke SD sudah lancar membaca dan menulis bahkan berhitung sehingga menjadi kebanggaan orang tua. Ketika memasuki masa remaja dengan tuntutan sekolah menengah yang semakin bertambah disertai kebutuhan pencarian jati diri mulai membuat kepercayaan dirimu goyah. Terbiasa menjadi kebanggaan orang tua membuat kamu kemudian menahan diri untuk menyampaikan kesulitan kepada Ayah Ibumu. Kondisi itu kemudian diperburuk oleh perbedaan pandangan dengan rekan sebaya yang kadang memicu kasus bullying, jika kemudian mampu beradaptasi bukan tidak mungkin banyak anak ternyata mampu melewati masa-masa krusial tersebut untuk kemudian menjadi pribadi yang lebih kuat. Tapi tidak jarang kejenuhan dan kesulitan beradaptasi atau mengemukakan pendapat akhirnya menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak memunculkan luapan emosi atau lebih bahaya lagi menimbulkan depresi bagi remaja yang masih labil. Mudah-mudahan kamu tidak sampai mengalaminya ya…

Tapi coba bayangkan jika kamu ada dikondisi yang dialami oleh Tini, apa yang kira-kira akan kamu lakukan?

Jangan ragu untuk mencari pertolongan pihak yang bisa kamu percaya, pilihan pertama tentu dari keluarga terdekatmu, tapi jika kondisimu seperti Tini bisa juga bercerita kepada guru BK atau Wali kelasmu atau mungkin guru favoritmu. Jika masih belum menemukan solusi yang kamu harapkan coba pertimbangkan untuk menghubungi konsultan pendidikan, karena mungkin saja masalah yang kamu hadapi disebabkan oleh kamu tengah berada di titik jenuh dalam mencari ilmu di sekolah. Sejak dini dikenalkan dengan konsep belajar di sekolah dengan segala aturan yang terasa monoton, rasanya wajar jika kita kadang menemui titik jenuh kan? Kejenuhan tersebut yang kemudian memunculkan kesulitan belajar hingga membuatmu malas bersekolah, bahkan mungkin ada dari kamu yang sampai mogok sekolah.

Padahal jika kamu resapi tentang makna belajar seperti diungkapkan Lee Cronbach misalnya, ahli psikologi pendidikan Amerika ini menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Karena itu, menurutnya sebaik-baik belajar adalah dengan mengalami sesuatu. Mengalami sesuatu yaitu dengan mempergunakan panca inderanya (mata untuk mengamati, telinga untuk mendengar, hidung untuk mencium, lidah untuk merasa, kulit juga untuk merasakan sesuatu)  sehingga diharapkan seorang pembelajar mampu membaca, mengamati, meniru, dan kemudian mengolahnya. Berangkat dari alur pikiran pakar tersebut, maka sesungguhnya belajar dilakukan melalui proses imajinatif dan kreatif, bukan semata-mata teori yang diberikan kepada pembelajar. Artinya proses belajar itu luas bukan hanya saat kita berada di sekolah saja, dan bukan juga berisi materi mata pelajaran wajib yang kamu temui sehari-hari di sekolah.

Sayangnya masih banyak pihak yang belum paham tentang hal tersebut, termasuk mungkin kamu. Sehingga kemudian memunculkan banyak masalah atau kesulitan belajar yang dialami oleh siswa diberbagai jenjang pendidikan. Kondisi tersebut bisa dihindari atau diminilisir jika sejak awal siswa dan orang tua menemui konsultan pendidikan untuk bersama-sama merumuskan jenis atau program  pendidikan seperti apa yang cocok bagi mereka. Tentunya disesuaikan dengan minat, bakat dan potensi masing-masing anak yang perlu proses asesmen sebelumnya.

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *